Anak Belajar Menunda

bagaimana anak belajar menunda keinginannya

Anak Anda menangis teriak-teriak karena meminta sesuatu dan maunya segera? Berguling-guling di lantai karena  keinginannya tidak terpenuhi saat itu juga karena dia tidak mau menunda mendapatkan kesenangannya? Mungkin Anda merasa kesal dan marah, bisa juga malu jika anak melakukannya di tempat umum. Atau, Anda merasa perlu segera mengakhiri tangisannya (dan ‘penderitaan’ Anda!), dengan buru-buru mengabulkan semua yang diminta. Yang penting anak tidak menangis lagi dan mengganggu ketenteraman batin Anda. Padahal, Jangan Langsung Hentikan Anak Tantrum. Ini Alasannya!
 
Menangis selalu jadi senjata andalan anak saat keinginannya tidak dituruti. Orang tua mana, sih, yang tega mendengar anaknya menangis? Apalagi jika tangisannya semakin keras, ditambah raungan, teriakan, hingga berguling-guling di lantai. Hati pun menjadi luluh seketika.

Sayang anak tidak berarti mengabulkan semua keinginan atau permintaannya. Ada kalanya Anda perlu mengatakan, “Tidak,” kepada si kecil. Hal ini bukan tanpa alasan, lho. Terbiasa dituruti semua permintaannya, bisa menyebabkan anak tumbuh menjadi pribadi yang manja dan keras kepala. Sebagian anak, akibat dimanjakan secara berlebihan oleh orang tua dan keluarga, akhirnya tumbuh dengan daya juang yang rendah, dan memiliki daya tahan terhadap stres yang rendah pula.

Akibatnya, ia menjadi mudah tertekan saat keinginannya tidak tercapai, merasa orang tuanya tidak lagi peduli dan menyayanginya seperti dulu (ketika keinginannya selalu dituruti!).

Baca juga: Ajari Anak 2 Kebiasaan Ini untuk Cegah Tantrum

Nah, untuk itulah, sejak dini, anak harus diajarkan bahwa segala sesuatu yang kita inginkan, meski hal yang berguna sekalipun, sering kali membutuhkan kesabaran dan perjuangan untuk mendapatkannya.  Anak perlu belajat menunda keinginannya. Ini yang disebut sebagai delayed gratification. Bagaimana caranya?

Belajar Membedakan antara Keinginan dan Kebutuhan
Tak mudah bagi anak, terutama balita, untuk memahami apa itu keinginan dan kebutuhan. Pengaruh teman, sering kali membuatnya  meminta sesuatu yang nampak menarik baginya. Anda perlu menjelaskan apa saja yang masuk dalam kategori keinginan atau kebutuhan. Misalnya, “Adik butuh pensil, kan, untuk menulis? Nanti Mama belikan, ya. Tapi, kalau Adik minta pensil dengan hiasan boneka di atasnya, itu namanya keinginan. Mama tidak bisa memberikan pensil seperti itu sekarang, karena harganya lebih mahal dibanding pensil biasa.”
 
Baca juga: Materi Keuangan Dasar untuk Anak: Kebutuhan, Bukan Keinginan

Berikan Alasan Mengapa Anda Tidak Memenuhi Keinginannya
Katakan kepadanya bahwa sikap Anda ini didasari oleh perasaan sayang dan bertanggung jawab terhadapnya. Misalnya, “Mama bisa saja membelikanmu pensil boneka. Tapi nanti teman-teman di kelas kamu pasti juga ingin punya pensil bagus seperti itu. Kasihan, kan, kalau mereka menangis dan merengek minta dibelikan pensil itu juga kepada mamanya?” Anda sekaligus mengajarkannya untuk menjadi anak yang berempati kepada sesamanya.

Membuat Daftar Prioritas
Dalam satu periode tertentu, ada kalanya Anda diperkenankan untuk berkata “Ya”, misalnya sebulan sekali, sehabis pembagian rapor, atau setelah ia mengerjakan tugas tertentu. Meski begitu, tetap harus ada aturannya. Anda bisa mengajak anak  membuat skala prioritas keinginan. Minta ia menyebutkan apa saja keinginannya, urutkan mulai dari yang paling diinginkan sampai yang paling tidak diinginkan. Dari daftar itu, Anda dan si kecil bisa berkompromi mengenai keinginan mana yang bisa ia dapatkan dalam waktu dekat ini dan apa saja yang perlu waktu serta upaya lebih.

Baca juga:
Beda Keinginan dan Kebutuhan
Agar Anak Berani Ungkapkan Keinginan
Cara Tepat Merespons Keinginan Balita Mengemil
Ini Cara Anak Menyalurkan Amarah

Foto: Freepik
Updated: November 2021


Topic

#balita #pengasuhananak #parenting #delayedgratification #harianakdunia

 





Follow Us

angket

Most Popular

Instagram Newsfeed

@parentingindonesia