18,9 Juta Orang Berencana Nekat Mudik, Ini Bahayanya




Tahun ini adalah kali kedua kita menyambut lebaran dalam suasana pandemi. Rasanya kerinduan memang sudah tidak tertahankan.
 
Kita ingin menikmati waktu bersama orang tua dan mertua yang semakin sepuh. Di samping itu, juga ada keinginan untuk mendekatkan anak-anak dengan Kakek-Neneknya karena jarak membuat intensitas mereka berinteraksi kurang. Menurut Survei Balitbang Kemenhub pada 15-17 April 2021, sekitar 7% atau 18,9 juta masyarakat tetap berencana mudik di lebaran tahun ini.
 
Dari jumlah tersebut, 44,7% beralasan berencana mudik lantarana keluarganya menetap di kampung , 10% ingin mengunjungi orang tua dan saudara, serta 10% merasa jenuh dengan rutinitas era COVID-19.
 
Bagaimana pun alasannya,  di situasi pandemi seperti ini, di rumah saja adalah pilihan yang lebih disarankan. Pasalnya, ada beberapa hal yang dikhawatirkan ketika mudik masal terjadi, antara lain:
 

  • Tidak Adanya/Tidak Akuratnya Screening COVID-19
Pertemuan keluarga saat mudik memungkinkan terjadinya penularan COVID-19. Apalagi tidak ada kewajiban untuk melakukan tes deteksi COVID-19 bila mudik menggunakan kendaraan pribadi.
 
Di samping itu, melansir dari VOA, Pakar Epidemiologi dari Universitas Indonesia, Pandu Riono juga sanksi dengan tes screening GeNose di moda transportasi umum lantaran dinilai validitasnya belum teruji. Pandu mengkhawatirkan banyak false positive dan false negative. Swab antigen dan PCR seharusnya menjadi syarat bagi pelaku perjalanan.
 
  • Budaya Salaman, Cipika-Cipiki, dan Berpelukan
Selama pandemi, kita semua disarankan untuk menjaga jarak fisik atau physical distancing. Akan tetapi, dalam kondisi temu kangen, physical distancing ini diragukan akan bisa ditaati.
 
  • Aturan VDJ (Ventilasi-Durasi-Jarak)
Saat mudik, tentu saja durasi pertemuan kita dengan keluarga tidak sebentar lantaran kita juga bermalam di rumah keluarga tersebut. Tinggal satu atap membuat aturan Ventilasi-Durasi-Jarak tidak mungkin ditepati.
 
  • Anak-anak Rawan Terpapar atau Jadi Carrier
Anak-anak yang masih kecil rawan terpapar atau bahkan jadi carrier COVID-19. Hal ini dikarenakan ana di bawah usia 2 tahun sebaiknya tidak dipakaikan masker. Sementara, anak yang lebih dari usia itu pun, kesadaran protokol kesehatannya belum sekuat orang dewasa. Mereka mungkin akan melepas masker karena gerah, memasukkan berbagai benda ke mulut, atau mengucek mata. Bila mereka menjadi carrier, mereka juga sangat mungkin untuk memegang berbagai benda.
 
  • Orang Tua Lebih Berisiko
Orang dengan usia lanjut lebih berisiko mengalami kondisi yang parah ketika terpapar COVID-19. Hal ini disebabkan mereka lebih mungkin mengalami komorbid.
 
  • Makan Bersama
Ketika makan bersama, kita pasti membuka masker dan di sinilah risiko penularan COVID-19 menjadi lebih tinggi.
 
  • Berwisata
Sering kali, saat lebaran, kita juga akan berwisata ke beberapa lokasi terdekat. Setiap liburan sering kali terjadi kenaikan kasus positif COVID-19. Seperti yang dituturkan oleh Presiden Joko Widodo bahwa terjadi kenaikan kasus positif hingga 119% sehingga menyebabkan tingkat kematian secara mingguan naik hingga 57% yang terjadi pada liburan panjang 20-23 Agustus 2020, liburan 28 Oktober-1 November 2020 yang menyebabkan kenaikan kasus sebanyak 95%, dan liburan Natal serta tahun Baru kemarin tang menyebabkan kenaikan kasus hingga 78% serta kenaikan tingkat kematian mingguan hingga 46%.
 
Bagaimana dengan rencana Mama dan Papa? Sudahkah terpikir alternatif kegiatan pengisi lebaran selain mudik?
 
Baca juga:
Anak-anak Rentan Terpapar Covid-19, Jangan Mudik!
7 Persiapan Lebaran di The New Normal
Ramadan dan Lebaran Aman di Tengah Pandemi Covid-19
 
 
LTF
FOTO: SHUTTERSTOCK

 


Topic

#pranaramadan #ramadanbulanmulia #puasaramadan #ramadan #mudiklebaran

 





Follow Us

angket

Most Popular

Instagram Newsfeed

@parentingindonesia