8 Langkah Ciptakan Rumah Sehat Secara Emosional



Bicara tentang rumah sehat, kebanyakan orang mungkin membayangkan soal sirkulasi udara, higienitas rumah, atau pun pencahayaan alaminya. Ya, kriteria rumah sehat memang meliputi berbagai hal tersebut. Akan tetapi, tak berhenti di soal sehat secara fisik, kesehatan emosional sebuah rumah juga penting. Seperti yang dikatakan oleh Amy Morin, LCSW., psikoterapis penulis 13 Things Mentally Strong Parents Don’t Do,Bagaimana pun, kesehatan emosional rumah tempat Anda dibesarkan memengaruhi Anda selama sisa hidup Anda.”
 

Oleh karenanya, menurut Amy sangat penting untuk menciptakan rumah yang sehat secara emosional bagi keluarga Anda. Rumah yang sehat secara emosional akan membuat penghuninya lebih mindful karena dapat mendukung kesejahteraan psikologis.
 

Amy membagikan 8 langkah bagi Anda untuk menciptakan rumah yang sehat secara emosional:
 

  1. Luangkan Waktu, Perhatian, dan Kasih Sayang

Kualitas waktu yang Anda habiskan bersama sebagai keluarga lebih penting daripada kuantitas. Memberikan perhatian dan kasih sayang yang tulus selama 30 menit akan lebih berdampak daripada menghabiskan 60 menit bersama di mana Anda terus menatap ponsel.
 

  1. Desain Ruang yang Membangkitkan Emosi Positif

Mendesain rumah yang membantu keluarga Anda merasa nyaman tidak harus mahal. Ciptakan ruangan nyaman dengan bantal, warna yang kalem, atau aromaterapi bisa membantu semua orang merasakan energi yang baik.
 

  1. Tetapkan Aturan yang Jelas

Menjadi mindful bukan berarti Anda hidup damai, tenang, dan bebas dari aturan. Justru sebaliknya, aturan dibutuhkan untuk membuat semua orang merasa aman baik secara fisik maupun emosional. Aturan-aturan tersebut misalnya penentuan ruang privat. Masing-masing anggota keluarga harus meminta izin bila ingin meminjam sesuatu ke anggota keluarga lain, atau memberi kabar bila harus pulang terlambat.
 

  1. Gunakan Kata-kata “Merasa”

Sampaikan perasaan Anda dengan bebas di rumah. Apakah itu Anda sedang merasa kesal karena terlalu banyak pekerjaan di rumah, merasa sedih lantaran ada keluarga yang sakit, atau merasa kecewa saat usaha Anda tak berhasil.

Memasukkan kosa kata emosi ke dalam bahasa sehari-hari akan membantu anak lebih mampu mengidentifikasi emosinya sendiri dan lebih mudah bagi mereka untuk menyampaikannya langsung. Cara ini tentu bisa menghindari tantrum. Di samping itu, ini adalah kunci komunikasi asertif bagi Anda dan pasangan yang paling bisa diandalkan.
 

  1. Validasi Emosi Setiap Orang

Jangan sampai mengabaikan emosi setiap anggota keluarga karena hal itu dapat menyebabkan banyak kerugian psikologis. Sampaikan bahwa setiap emosi yang mereka rasakan adalah valid dan dapat diterima. Berikan dukungan untuk emosi negatif yang dirasakan oleh setiap anggota keluarga. Untuk anggota keluarga yang masih muda, bimbing mereka untuk mengelola emosinya.
 

  1. Menggelar Obrolan yang Tak Mudah

Anda mungkin berusaha untuk menghindari obrolan tentang apa yang membuat Anda tidak nyaman, seperti terlalu berisiknya anak-anak menjelang tidur malam, suami yang asal menarik pakaian di dalam lemari sehingga berantakan. Akan tetapi, berusaha mengabaikannya justru akan membuatnya jadi masalah yang cenderung menjadi lebih buruk dari waktu ke waktu.
 

“Atasi topik sulit dengan cinta dan kejujuran. Tunjukkan kepada anggota keluarga Anda bahwa Anda memiliki kepercayaan yang cukup dalam hubungan Anda untuk membicarakan topik yang menimbulkan perasaan tidak nyaman,” ujar Amy.
 

  1. Praktik Resolusi Konflik yang Sehat

Perselisihan tidak harus menjadi hal yang buruk. Akan tetapi, cara Anda mengatasinya menjadi sangat penting. Hindari mendiamkan pasangan atau anak-anak berteriak, mengancam, atau menyalahkan karena akan menghancurkan kesehatan emosional rumah mana pun.
 

Sebaliknya, praktikan resolusi konflik yang sehat dengan mengomunikasikannya, berkompromi, dan membuat batasan yang sehat.
 

  1. Bicarakan Tentang Kesehatan Mental

Bicaralah secara terbuka tentang fakta bahwa siapa pun dapat mengalami masalah kesehatan mental, seperti depresi atau kecemasan. Amy mengatakan bahwa penjelasan tentang tidak ada bedanya antara menemui seorang profesional psikologi untuk masalah di pikiran dengan menemui dokter gigi untuk gigi, sangat penting untuk diterima dengan baik oleh seluruh anggota keluarga.

 

Baca juga:

5 Aktivitas Seru di Rumah Perkuat Ikatan Anda dengan Si Kecil

7 Cara Menghindari Pertengkaran Rumah Tangga

Resolusi 2019 No. 1: Membersihkan Rumah

3 Tips Memadukan Warna Pink pada Interior Rumah

8 Ciri Keluarga Tidak Sehat

 

LELA LATIFA

FOTO: FREEPIK

 

 

 

 





Follow Us

angket

Most Popular

Instagram Newsfeed

@parentingindonesia