Harapan Kesembuhan Penderita Kanker Limfoma Hodgkin

pengobatan kanker limfoma hodgkin


Limfoma Hodgkin adalah kanker pada sistem kelenjar getah bening, yakni kumpulan jaringan dan organ yang membantu tubuh menyerang infeksi dan penyakit. Menurut Global Cancer Statistic (Globocan) 2020, terdapat 1.188 kasus baru Limfoma Hodgkin di Indonesia. Sebagian besar terdiagnosis di rentang usia 15-30 tahun, dan di atas usia 55 tahun. Demikian disampaikan oleh dr. Johan Kurnianda, Sp.PD KHOM – Konsultan Hematologi dan Onkologi Medik, dari FKUGM-RSUP dr. Sardjito, Yogyakarta, dalam diskusi media memperingati Hari Kanker Sedunia 2022, bersama Takeda Indonesia.
 
Kenali Faktor Risikonya
Penyebab kanker tidak pernah tunggal, dan lebih dikenal adanya faktor risiko. Dokter Johan menjelaskan, ada beberapa faktor risiko dari Limfoma Hodgkin yang patur dicermati.

  • Sekitar 40% kasus Limfoma Hodgkin diasosiasikan dengan adanya infeksi Epstein-Barr Virus (EBV).
  • Penurunan sistem imun. Orang dengan penyakit autoimun atau mengonsumsi obat penekan sistem imun lebih berisiko terkena Limfoma Hodgkin.
  • Riwayat keluarga. Seseorang yang memiliki keluarga inti dengan Limfoma Hodgkin berisiko lebih tinggi untuk terkena Limfoma Hodgkin.
  • Jenis kelamin. Menurut data statistic, Limfoma Hodgkin lebih banyak terjadi pada pria dibandingkan wanita. Belum diketahui penyebabnya.
  • Kelompok usia tertentu. Umumnya timbul pada rentang usia 15-30 tahun, dan usia lebih dari 55 tahun.
Baca juga: Gaya Hidup Picu Kanker?
 
Pada umumnya, gejala yang muncul berupa pembesaran kelenjar getah bening di leher, ketiak, atau pangkal paha, yang dapat disertai B symptoms (demam lebih dari 38o C tanpa sebab, berkeringat pada malam hari, penurunan bobot badan lebih dari 10% bobot badan selama 6 bulan), dan gejala lain seperti gatal-gatal (pruritus), kelelahan yang luar biasa (fatigue), dan mengalami reaksi yang buruk (intoleransi) terhadap alkohol.
 
Ada 2 klasifikasi Limfoma Hodgkin: tipe Pedominan Limfosit Modular (5%), dan tipe Klasik (95%). Untuk menegakkan diagnosis Limfoma Hodgkin dilakukan melalui beberapa pengujian, yaitu:
 
  • Wawancara medis dan pengecekan fisik, untuk mengetahui riwayat kesehatan. Saat wawancara medis dan pemeriksaan fisik, penting untuk dilakukan pengecekan B symptoms, gejala-gejala lain, dan benjolan pada leher, ketiak, limpa, dan hati. Menurut dr. Johan, benjolan yang muncul biasanya kenyal dan terikat dengan jaringan di bawahnya.
  • Biopsi dan uji imunohistokimia (IHK). Biopsi kelenjar getah bening, cara terbaik mendiagnosis Limfoma Hodgkin adalah dengan cara mengangkat satu atau lebih kelenjar getah bening dan diuji menggunakan proses imunohistokimia (IHK). Pemeriksaan imunohistokimia dilakukan untuk mendeteksi adanya penanda (biomarker) spesifik yang dapat membantu diagnosis, terapi, dan prognosis kanker. Penanda yang diperiksa pada umumnya adalah CD30, CD15, CD20, CD3, CD45, CD79a, dan PAX5. Lebih dari 98% kasus Limfoma Hodgkin tipe klasik mengekspresikan CD30.
  • Pemeriksaan lab darah.
  • Pemeriksaan radiologi (PET/CT scan). Digunakan untuk staging atau penentuan stadium, berdasarkan area penyebaran sel kanker, dan respons pasien terhadap pengobatan.
Baca juga: Serba-Serbi Kanker Paru, Penyebab Kematian Karena Kanker Tertinggi di Indonesia
 
Alternatif Pengobatan
Sebelum dilakukan pengobatan, penting untuk mengetahui seberapa jauh sel kanker telah menyebar. Proses ini disebut penentuan stadium (staging) Limfoma Hodgkin. Terdapat 4 stadium pada Limfoma Hodgkin. Sementara itu, berdasarkan tatalaksana dari National Comprehensive Cancer Network (NCCN), jenis pengobatan Limfoma Hodgkin di antaranya: kemoterapi, terapi target, radioterapi, transplantasi sumsum tulang, dan imunoterapi.
 
“Pengobatan inovatif seperti terapi target dapat menjadi pilihan pengobatan. Brentuximab vedotin merupakan terapi target yang terdiri dari gabungan antibodi monoklonal dan MMAE. Antibodi monoklonal ini hanya menargetkan sel kanker yang memiliki CD30 pada permukaannya. MMAE merupakan zat penghancur sel kanker. Pada penelitian yang melibatkan 102 pasien Limfoma Hodgkin dari berbagai negara, terapi target menggunakan Brentuximab vedotin diberikan pada pasien yang sudah tidak merespons terhadap kemoterapi & stem cell transplant. Penelitian ini menunjukkan bahwa terapi target dapat memberikan angka harapan hidup hingga 40,5 bulan,” papar dr. Johan.
 
Kanker tidak bisa dikatakan sembuh total, demikian pula dengan Limfoma Hodgkin, karena sewaktu-waktu bisa muncul kembali, demikian penjelasan dr. Johan. Karena itu, setelah pengobatan selesai, pasien perlu melakukan kontrol berkala dalam 5 tahun pertama: setiap 3-6 bulan selama 1-2 tahun, kemudian setiap 6-12 bulan sampai 3 tahun, selanjutnya setiap 1 tahun sekali.
 
Baca juga: Waspada dan Kenali Tanda Kanker Pada Anak
 
Memudahkan Akses Pengobatan
Dari sisi akses pengobatan, berdasarkan laporan dari Badan Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO), negara dengan pendapatan nasional yang lebih rendah memiliki ketersediaan obat antikanker yang lebih rendah, termasuk terapi target. Hal ini menimbulkan perbedaan pada angka harapan hidup pasien kanker di berbagai negara.

 


Dalam kesempatan ini, dr. Ronald Alexander Hukom, Sp.PD., KHOM, MHSc., FINASIM, dari RS Kanker Dharmais Jakarta, mengungkap bahwa kesenjangan dan pengobatan dan perawatan pasien kanker semestinya sudah tidak terjadi lagi. Sesuai dengan tema Hari Kanker Sedunia pada 4 Februari 2022, yakni Close the Care Gap atau tutup kesenjangan dalam perawatan. “Ini adalah tentang mengidentifikasi dan mengatasi hambatan yang ada bagi banyak orang di seluruh dunia dalam mengakses perawatan yang mereka butuhkan, dengan mengutamakan keadilan atau equity,” kata dr. Ronald.
 
Apalagi, ditambahkan dr. Ronald, Limfoma Hodgkin adalah kanker yang harapan sembuhnya tinggi, dibandingkan banyak jenis kanker lainnya. “Namun demikian, masalah diagnosis yang tepat serta pilihan kombinasi dan dosis obat selalu harus diperhatikan dengan baik. Ingat, ketika disembuhkan, perawatan untuk mengendalikan Limfoma Hodgkin sangat menantang. Untuk mencapai harapan hidup yang tinggi, diperlukan pengobatan inovatif dengan akses yang mudah, agar tercapai hasil optimal,”  papar dr. Ronald.

Terkait dengan akses terhadap pengobatan Limfoma Hodgkin, Andreas Gutknecht, General Manager PT Takeda Indonesia menegaskan bahwa, Takeda Indonesia sebagai salah satu perusahaan biofarmasi terkemuka, berkomitmen untuk menjalankan tujuan organisasi untuk menghadirkan obat-obatan inovatif yang dibutuhkan para pasien, termasuk kanker Limfoma Hodgkin, sejalan dengan tujuan perusahaan Kesehatan yang lebih Baik untuk Pasien, dan Masa Depan Lebih Cerah untuk Dunia (Better Health for the People, Brighter Future for the World).
 
 “Takeda Indonesia berkomitmen untuk menyediakan akses terhadap pengobatan inovatif, salah satunya melalui Patient Assistance Program yang memungkinkan pasien yang terkendala secara finansial dapat memperoleh akses terhadap pengobatan Limfoma Hodgkin yang mengekspresikan CD30,” kata Andreas.
 
Pengobatan dengan Brentuximab vedotin yang merupakan terapi target, dapat diberikan kepada pasien yang mengalami kekambuhan atau relapsed dari pengobatan kemo sebelumnya. ”Pengobatan ini bisa menjadi satu pertimbangan terapi lini kedua setelah gagal pengobatan lini pertama. Namun demikian, studi mnegatakan obat ini kini bisa untuk terapi lini pertama. Begitu ketahuan (mengalami Limfoma Hodgkin), bisa digunakan obat ini,” kata dr. Ronald.
 
Baca juga:
Kanker Prostat, Bisakah Dicegah?
Serba-Serbi Kanker Kolorektal yang Rawan Menimpa Laki-laki
Kenali Kanker Payudara Stadium Nol
Mitos Kanker Payudara: Tak Pernah Terjadi pada Pria. Benarkah?
Wanita Lebih Berisiko Terkena Kanker Tiroid
Tipe Wanita Berisiko Tinggi Kanker Payudara
 
Gracia Danarti
Foto: ENVATO, dok. Takeda Indonesia
 
 
 
 

 


Topic

#keluarga #kesehatan #kankerlimfomahodgkin #harikankersedunia2022

 





Follow Us

angket

Most Popular

Instagram Newsfeed

@parentingindonesia