Trik Jadi Papa Andalan Si Praremaja


 

Eri Vidiyanto, M.Psi, Psikolog, Psikolog Pendidikan dan Senior Consultant Essa Consulting, menyampaikan bahwa salah satu kesalahan yang sering dilakukan oleh orang tua adalah menjalankan prinsip copy-paste saat menjalankan peran sebagai orang tua. “Kita mengasuh dengan cara kita diasuh orang tua kita,” ucapnya.
 
Menurutnya, zaman sudah berbeda, sehingga kita tidak bisa lagi menggunakan cara-cara yang sama persis dengan yang dilakukan oleh orang tua kita zaman dahulu dalam mengasuh.
 
Salah satu kunci pengasuhan yang baik bagi seorang papa kepada anak-anaknya yang sudah mulai memasuki usia praremaja adalah dengan selalu mencoba memahami kebutuhan anaknya. Ia mengatakan bahwa mengasuh anak praremaja memang lebih menantang karena mereka mulai semakin punya otonomi untuk menentukan mana yang mereka suka dan tidak. Eri menambahkan bahwa anak-anak praremaja juga sudah mulai tumbuh perasaan paling tahunya.
 
“Kebutuhan mereka itu adalah dipahami, artinya melihat banyak hal dari sudut pandang mereka. Jangan sampai anak sudah usia sekian, pendekatannya masih kayak ke anak dua tahun,” tuturnya.
 
Baca juga: Berkomunikasi dengan Anak Praremaja
 
Papa Tukang Melarang?

Salah satu kekurangan banyak orang tua, menurut Eri, adalah tidak mampu mengomunikasikan apa yang menjadi perhatiannya. "Kadang proses penyampaian kita ke anak, kita tidak bisa melakukannya, akhirnya jatuhnya ke ‘nggak boleh gini, nggak boleh gitu’," terangnya.
 
"Anak kita akhirnya merasa apa-apa nggak boleh. Akhirnya itu yang sering jadi konflik, karena sepertinya apa-apa dilarang. Ini konfliknya akan terus (terjadi) sampai mereka remaja. Karena mereka itu, kan, merasa sudah tahu. Sementara, kita melihatnya apa yang dia tahu itu belum matang. Nah, cara kita memberi tahu itu yang kurang pas," jelasnya.
 
Baca juga: 4 Hal Yang Bisa Papa Lakukan Bila Anak Menangis
 
Menurut Eri, niat atau tujuan baik dari orang tua harus disampaikan dengan komunikasi yang lebih efektif. Komunikasi itu punya kontribusi besar dalam membangun relasi. Ia menambahkan, Komunikasi tidak sekadar menyampaikan bahwa apa yang kita sampaikan jelas. Sejauh mana kita mau memahami, melihat dari sudut pandang anak.
 
Untuk itu, alih-alih langsung menjatuhkan larangan dan malah merusak relasi dengan si praremaja, Eri menyarankan, “Kalau kita punya ekspektasi, cobalah lihat kondisi anak kita. Kalau tidak, yang terjadi adalah penolakan, anak membantah terus. Karena mereka merasa tahu tentang diri mereka.”
 
Menurut Eri, butuh berbagai diskusi dengan anak-anak dalam membuat sebuah keputusan tentang mereka.
 
Baca juga: Kalimat Efektif Berkomunikasi dengan Anak (Part 1)
Kalimat Efektif Berkomunikasi dengan Anak (Part 2)
 
Jangan Melabeli Anak
Agar relasi dengan si praremaja tidak rusak, Eri berpesan agar para papa selalu memahami dan empati pada anak-anak. “Hindari memberikan berbagai label seperti pembantah, pemalas, atau nakal pada anak-anak. Itu masuk ke konsep diri anak. Suatu hari mereka akan ekspresikan itu. Itu karena kita yang memberikan kepingan itu,” tandasnya.
 
Baca juga: Anak Malas Belajar? Ini Alasannya!

Sumbangan dari Papa
Eri mengatakan bahwa walaupun anak-anaknya yang memasuki usia praremaja tampak sudah lebih mandiri dan tidak lagi sebergantung sebelumnya, Papa tetap harus terlibat di dalam pengasuhan. “Ayah harus berperan di pengasuhan karena punya dampak pengasuhan yang beda dengan ibu,” ujarnya.
“Sumbangan ketekunan, ego, kepercayaan diri, solve problem itu dari ayah,” ujarnya. Jadi, ayah bisa menjadi patron bagi si kecil untuk meningkatkan kepercayaan diri serta keterampilan menyelesaikan masalah. Ini adalah kesempatan yang baik bagi papa untuk menjaga kedekatan dengan mereka.
 
Ia berpesan, kalau kita ingin mereka nyaman cerita sama kita. Kita juga harus jadi tempat yang nyaman untuk mereka cerita.
 
Tahan Emosi
Eri mengatakan bahwa ada perbedaan karakter antara anak perempuan dan laki-laki. “Cewek agak baper. Cowok lebih serius,” ujarnya. Oleh karenanya, papa harus lebih bisa mengerti bagaimana cara memperlakukan keduanya.
 
Baca juga: 7 Hal Penting Ini Perlu Papa Contohkan Kepada Anak Laki-Lakinya
 
Eri menyebut bahwa salah satu perbedaan ciri orang tua laki-laki dan perempuan adalah bahwa papa lebih punya kecenderungan tidak mengelola semua masalah dengan emosi, tapi lebih ke rasio. Itu jadi satu modal juga: kita bisa menghadapi anak dengan tidak reaktif. “Itu jadi keunikan atau keunggulan kita sebagai ayah,” ujarnya.
 
Ayah tiga anak ini berpesan bahwa dalam hal mendisiplinkan anak, sebisa mungkin papa harus mengelola emosi dengan baik. “Nggak perlu (menghukum) pakai fisik. Dengan nada yang sedikit tinggi saja, anak sudah cukup paham, cukup aware,” ujarnya.

Baca juga:
Cara Mengajarkan Kebersihan pada Si Praremaja
Tantangan Untuk Anak Praremaja
Komunikasi dengan anak praremaja
Atasi krisis praremaja

(LELA LATIFA)
FOTO: FREEPIK
Updated: Desember 2021

 


Topic

#keluarga #parentingstyle #parenting #pengasuhananak

 





Follow Us

angket

Most Popular

Instagram Newsfeed

@parentingindonesia