5 Langkah Menjadi Orang Tua yang Moderat


Menurut Anna Surti Ariani (Nina), psikolog dari Klinik Terpadu Universitas Indonesia, ada 3 gaya pengasuhan anak, yang berhubungan dengan spontanitas anak. Yang pertama adalah otoriter, yakni kehangatannya tidak terlalu besar, tetapi orang tua menerapkan aturan-aturan dan struktur yang cukup ketat. Anak-anak yang dibesarkan dengan gaya otoriter cenderung menjadi tidak spontan karena mereka diliputi perasaan cemas.

Kebalikannya adalah gaya pengasuhan permisif, yakni ketika orang tua memberikan kehangatan yang sangat besar, tetapi tidak memberikan aturan-aturan yang jelas. Anak-anak akan tumbuh dengan spontanitas tinggi, tetapi bisa jadi mereka tidak tahu aturan. Anak-anak ini, karena tidak diperkenalkan struktur dan aturan yang jelas sejak dini, akan merasa tidak aman dan nyaman dengan dirinya.

Nah, gaya pengasuhan yang ada di antara keduanya adalah otoritatif atau moderat, yakni ketika orang tua menerapkan aturan dan struktur yang jelas, namun dibarengi dengan kehangatan yang besar. Anak-anak akan tumbuh dengan kemampuan menimbang kapan perlu spontan, dan kapan dia perlu mengerem. Contohnya, pada hari-hari sekolah, ada aturannya di mana mereka harus menyelesaikan PR, menyiapkan buku dan seragam, dan belajar menghadapi ulangan. Ketika dia sudah selesai melakukan semua itu, kita bisa memberi waktu santai, yang membebaskan dia melakukan apa pun, mengeluarkan spontanitasnya. Tetapi, perlu diingat, semoderat apa pun Anda, spontanitas anak bisa muncul kapan saja. “Expect the unexpected. Dan, sebenarnya pembelajaran ini kita lakukan hingga dewasa. Orang dewasa pun berproses mengendalikan spontanitasnya,” kata Nina.

Berikan Kehangatan
Ketika Anda menyadari kondisi anak menjadi tidak spontan dan Anda berperan di dalamnya, coba untuk mengatasinya.
Berikut saran dari Nina.
  • Berikan kehangatan. Yang pertama kali harus diperbaiki adalah kehangatan orang tua dan anak. Kehangatan hubungan bisa diciptakan dengan lebih banyak ngobrol, sering bercanda dan tertawa lepas bersama anak. Fokuslah kepada anak.
  • Coba lebih sensitif menangkap apa yang menjadi kecemasan anak selama ini. Misalnya, apakah kecemasannya itu bersumber dari teman-teman atau guru di sekolah. Jika demikian, dengarkan keluhan dan pendapat anak, berikan saran tanpa menghakimi atau mengkritik. Jika perlu, berkomunikasilah dengan guru untuk membantu anak mengatasi masalahnya. Bagaimana, jika malah Anda sendiri sumber kecemasannya? Terimalah dulu, lalu perbaiki gaya asuh Anda.
  • Kurangi kritik. Ini penting sekali. Sebelum memberi kritik, coba hitung dalam hati 1-10, jangan langsung bicara. Itu trik sederhana yang cukup membantu supaya Anda tidak langsung nyeplos.
  • Berikan waktu anak melakukan hal-hal spontan. Kita bisa membuat waktu-waktu bebas di rumah, terserah anak mau ngapain dan Mama juga melakukan apa. Hal ini agar anak merasa memegang kendali hidupnya sendiri.
  • Ciptakan momen-momen bersama yang menyenangkan, yang memancing spontanitas dan kreativitasnya. Misalnya, saat dalam perjalanan menuju sekolah atau menunggu pesanan makanan di restoran, buatlah permainan tebak-tebakan mencari kata atau menciptakan kata baru dari huruf-huruf tertentu. Atau, dalam perjalanan berakhir pekan, buatlah permainan mengarang cerita. Caranya, Anda memulai sebuah kisah, lalu suami dan anak-anak harus melanjutkan secara bergiliran. Setiap orang harus terlibat, tetapi tidak boleh ada yang mengkritik atau marah terhadap lanjutan cerita yang dibuat siapa pun. Jangan heran, ya, jika akhirnya ini membuat semua orang tertawa terbahak-bahak karena akhir cerita tak terduga dan ke mana-mana. Nikmati saja keseruan ini.

 





Follow Us

angket

Most Popular

Instagram Newsfeed

@parentingindonesia