Jangan Memanggil Balita Anda “Si Cengeng”


Sebentar-sebentar menangis. Menghadapi anak yang mudah menangis memang tidak mudah. Orang tua seringkali kesal melihat anaknya yang sering menangis, apalagi bila di depan umum.
 
Amy Morin, L.C.S.W., psikoterapis dan pengajar di Norteasthern University Boston, AS, mengatakan bahwa bagi balita sensitif, menangis masih menjadi bentuk komunikasi utama mereka. Mereka memiliki emosi yang sangat kompleks yang sulit untuk disampaikan sehingga pecahlah tangisan mereka.
 
Serba Ekstra
Memang wajar bagi anak-anak terutama di bawah usia 3 tahun untuk masih sering menangis lantaran itulah cara mereka berkomunikasi saat bahasanya masih terbatas. “Namun, pada anak sensitif, mereka akan cenderung merasakan setiap emosi dengan sangat intens,” ujar Amy. Ia menjelaskan bahwa anak yang sensitif cenderung menjadi terlalu bersemangat, ekstra marah, dan sangat takut. Semuanya serba ekstra.
 
Morin menambahkan bahwa beberapa anak sensitif tidak hanya sensitif secara emosional, tetapi mereka juga sensitif terhadap hal-hal fisik apa pun yang memicu perasaan mereka. Suara keras, keramaian, suasana yang hiruk-pikuk dapat membuat mereka bingung. Mereka perlu berjuang keras untuk beradaptasi pada hal baru.
 
Bahkan, interaksi mereka dengan orang lain juga berpotensi bermasalah. Terlebih ketika anak-anak lain mulai menyebut mereka sebagai "anak cengeng”.
 

Punya Kelebihan

Linda Dunlap, Ph.D., profesor psikologi di Marist College, New York, AS, mengatakan bahwa anak-anak yang sensitif ini sebetulnya punya kelebihan. "Anak-anak yang sangat sensitif cenderung lebih welas asih, lembut, dan kreatif," katanya.
 
Dunlap juga menambahkan bahwa anak-anak yang sensitif mungkin kewalahan dengan perasaan mereka sendiri, tapi hal itu menyebabkan mereka jadi lebih bisa memahami perasaan orang lain. “Ini membuat mereka menjadi teman yang sangat berempati,” imbuhnya.
 

Cara Menghadapinya

  • Jangan memanggilnya dengan sebutan negatif

Sebutan “cengeng” mungkin bisa jadi terlontar saat menghadapi anak yang sensitif. Sebutan tersebut justru akan membuatnya berhenti berusaha menyampaikan apa yang ia maksud. Bahayanya adalah ia sangat mungkin menginternalisasi sebutan cengeng tersebut ke dalam karakternya.

  • Jangan menyuruh berhenti menangis

Michele Borba, Ed.D., pakar pengasuhan dalam bukunya The Big Book of Parenting Solutions, mengatakan bahwa menyuruh anak berhenti menangis justru akan memicu lebih banyak tangisan lagi.

  • Hadapi dengan tenang

Borba juga mengatakan bahwa anak yang sensitif sangat pandai membaca emosi orang tua. Apabila Anda tegang, maka ia akan semakin menjadi-jadi. Menghadapi anak yang menangis atau marah memang menjengkelkan untuk orang tua, tapi cobalah untuk tenang

  • Jangan berusaha mengubah temperamennya

“Ada anak yang memang secara alami sensitif,” ujar Morin. Alih-alih berupaya mengubah temperamennya, orang tua sebaiknya menerima sensitivitas anaknya tersebut. Pahami kelebihannya dan dorong ia mengelola hal yang membuat ia merasa tidak berdaya.

  • Dorong mengenali emosi

Tunjukkan pada mereka bagaimana menyampaikan maksud mereka dengan jelas. Katakan padanya, “Mama atau Papa tidak paham maksud Adik kalau hanya menangis. Coba katakan apa yang Adik inginkan.” Anda juga bisa membantu mereka mengidentifikasi perasaannya dengan bertanya, “Kamu sedih, marah, atau kecewa?” Dengan kemampuan mengenali perasaan, mereka akan lebih mampu mengatur perasaannya dan mengekspresikannya dengan lebih tepat.

  • Apresiasi

Berikan apresiasi apabila anak Anda sudah mampu membuat kemajuan. Hal ini akan membuatnya bersemangat untuk melakukan kemajuan-kemajuan lain.
 

Baca juga:
Anak Menangis di Sekolah
Kenapa Menangis, Sayang?
Jangan menangis dong, sayang...
Penyebab Bayi Tidak Berhenti Menangis
Menangis di tempat kerja
 
 
(Lela Latifa)
Foto: Freepik

 
 

 





Follow Us

angket

Most Popular

Instagram Newsfeed

@parentingindonesia