Kominfo: Perempuan Berperan Lindungi Keluarga dari Hoaks

perempuan berperan melindungi keluarga dari hoaks


Selain isu kekerasan terhadap perempuan, isu hoaks di masa pandemi merupakan hal yang juga cukup meresahkan. Data Kementerian Komunikasi dan Informatika (KemKominfo) mencatat ada lebih dari 2.000 hoaks terkait COVID-19 di sepanjang tahun 2020.
 
Direktur Informasi dan Komunikasi Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (IKPMK) Kementerian Komunikasi dan Informatika, Wiryanta mengatakan, dengan edukasi literasi digital terhadap kaum perempuan diharapkan perempuan dapat memanfaatkan digital untuk melindungi dirinya dan keluarganya, terlebih di masa pandemi ini ketika banyak aktivitas dan layanan publik bergantung pada teknologi informasi dan komunikasi (TIK).
 
"Seperti bagaimana cara melaporkan kasus KDRT atau kekerasan lainnya, bagaimana cara mengecek fakta hoaks, cara mendapatkan program bantuan COVID-19 dari pemerintah dan lain sebagainya," ujarnya dalam Forum Dialog bertema Perempuan Digital Lindungi Keluarga yang diselenggarakan Kemkominfo, Selasa (27/4/2021) secara tatap muka dan daring.

Baca juga: Kenali Ciri Berita Hoax
 
Sementara itu, Komite Edukasi Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo), Heni Mulyati mengemukakan, ada kecenderungan perempuan menyebarkan hoaks tanpa memeriksa fakta. "Sekarang tidak hanya televisi, koran, dan media, namun orang juga bisa menjadi sumber informasi," ujarnya.
 
Lebih lanjut Heni menjabarkan, hoaks merupakan kekacauan informasi yang sering dipahami sebagai misinformasi dan disinformasi. Misinformasi adalah informasi yang tidak benar namun orang yang menyebarkannya percaya bahwa informasi tersebut benar tanpa bermaksud membahayakan orang lain. Sering kali, informasi seperti ini disebar tanpa ada verifikasi dari ahli atau pihak yang berwenang dan disebarkan justru dengan maksud yang baik, supaya orang lain tidak mendapat masalah atau terlibat dalam bahaya.
 
Sementara, yang dimaksud dengan disinformasi adalah informasi yang tidak benar dan orang yang menyebarkannya juga tahu bahwa itu tidak benar. Informasi ini merupakan kebohongan yang sengaja disebarkan untuk menipu, mengancam, bahkan membahayakan pihak lain.
 
Baca juga: 7 Langkah Tangkal Berita Hoax

Namun, masih ada satu bentuk kekacauan informasi lainnya, yakni malinformasi. Informasi ini adalah informasi yang benar namun digunakan untuk mengancam keberadaan seseorang atau sekelompok orang dengan identitas tertentu. Atau dengan kata lain ini adalah sejenis hasutan kebencian. Misalnya, hasutan kebencian terhadap kelompok minoritas agama.
 
Oleh karena itu, Heni mengajak perempuan untuk berhenti dan kenali cara menangani hoaks dengan langkah Fake Checking melalui kegiatan STOP HOAX (See, Think, Observe, Prevent and Publish).
1. See – Lihat dulu keseluruhan isi berita sebelum menyebarkan;
2. Think – Ketika hoax muncul, cari tahu motif di belakangnya;
3. Observe – Cek kembali kebenaran berita. Beberapa aplikasi di smartphone sudah bisa diunduh untuk mendeteksi hoaks, salah satunya aplikasi Hoax Buster Tools (HBT Tools);
4. Prevent and Publish – Mencegah penyebaran hoaks dengan memperbanyak konten positif di sosial media.
 
"Jika kita sudah tahu berita yang kita terima adalah hoaks, jangan ragu beri tahu orang lain," katanya.
Heni berharap dengan adanya kegiatan ini, fake checking bisa jadi kebiasaan sehingga setiap orang bisa jadi agen anti hoaks.

Baca juga: 
Anak Juga Bisa Diajarkan Mengenali Berita Hoax di Internet
Dua Isu Kesehatan Ini Terbukti Hoax
Gerakan Anti Hoax di Indonesia
 
Sumber: www.infopublik.id
Foto: Freepik

 


Topic

#keluarga

 





Video

Lindungi Anak dari Kejahatan Pedofilia


Polling

Kominfo: Perempuan Berperan Lindungi Keluarga dari Hoaks

Follow Us

angket

Most Popular

Instagram Newsfeed

@parentingindonesia