Lindungi Anak dari Predator Seksual




Kasus kekerasan seksual yang dialami anak-anak seakan tidak pernah surut. Sungguh memilukan. Bahkan, di tengah pandemi COVID-19 ini pun, dilansir oleh katadata.co.id, kasus kekerasan seksual seperti pemerkosaan dan pencabulan terhadap anak mendominasi kasus-kasus kekerasan terhadap anak. Diungkap bahwa berdasarkan data Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), ada 419 kasus anak berhadapan dengan hukum (ABH) karena menjadi korban kekerasan seksual pada 2020.
 
Antena kewaspadaan kita harus dipasang tinggi-tinggi, karena tidak ada anak yang aman dari incaran predator seksual anak. Demikian menurut psikolog Dr. Rose Mini Agoes Salim, M.Psi, yang akrab disapa Bunda Romy. “Semua anak bisa rentan menjadi korban pelecehan atau kekerasan seksual. Apalagi kalau dia anak yang baik, yang gampang berinteraksi dengan orang lain,” ungkap Bunda Romy.
 
Lalu, bagaimana upaya kita dalam melindungi anak dari predator seksual? Siapa saja yang patut kita waspadai, bagaimana segera tahu anak mengalami pelecehan atau kekerasan seksual dan upaya menolong anak jika sudah mengalaminya?
 
Waspadai Orang-orang di Sekitar Anak
Jika Anda berpikir bahwa anak-anak pasti berada di dalam lingkungan yang aman selama bersama keluarga dan orang-orang yang dikenal keluarga, mungkin Anda perlu mengoreksi lagi pendapat itu. Banyak kasus kekerasan atau pelecehan seksual terhadap anak justru dilakukan oleh orang-orang di sekitar anak.
 
“Orang-orang yang mempunyai niat jahat (melakukan pelecehan atau kekerasan seksual pada anak) itu biasanya yang memiliki hubungan baik dengan anak. Awalnya mereka tidak pernah menjahati anak. Baru setelah berbuat kejahatan, mereka mengancam anak-anak yang menjadi korbannya,” kata Bunda Romy.
 
Mereka bisa saja pria atau wanita. Menikah atau tidak menikah. Sasarannya tidak hanya anak perempuan, tapi anak laki-laki juga. Makanya, menurut Bunda Romy, tidak betul jika dikatakan bahwa anak laki-laki pasti aman dengan pengasuh atau saudara laki-laki. Atau anak perempuan aman dengan pengasuh atau saudara perempuan. Belum tentu. Karena bisa saja orang-orang ini melakukan hal tidak baik.
 
Masalahnya, kita mengajarkan nilai-nilai baik kepada anak-anak kita, seperti menyayangi, bersikap sopan, dan berempati kepada siapa pun di sekitar kita. Lalu, orang dekat atau yang dikenal baik oleh keluarga memang sering dianggap aman oleh anak dan orang tua, sehingga orang tua lengah. “Misal, orang tua tidak menutupi tubuh anak atau memakaikan baju waktu anak keluar dari kamar mandi. Sementara, orang-orang dekat melihat hal tersebut (dan kita anggap biasa). Memang kita nggak pernah tahu apa yang membuat orang yang ingin berbuat jahat itu terangsang. Dan, anak-anak ini menjadi tempat melampiaskannya, karena mereka tak berdaya, apalagi bila tidak ada orang tuanya,” kata Bunda Romy.
 
Karena itu, dalam konteks melindungi anak, bukan hal buruk untuk mewaspadai orang-orang di sekitar anak, atau orang-orang yang dekat dengan keluarga kita.
 
Baca juga: Curiga Anak Alami Pelecehan Seksual?
 
Bekali Anak Perlindungan Diri
Selain kewaspadaan terhadap orang-orang sekitar, sangat penting untuk membekali anak-anak dengan benteng perlindungan dirinya. “Melindungi dirinya itu penting, karena kalau tidak ada orang tua, hanya merekalah yang bisa melindungi dirinya sendiri,” kata Bunda Romy.
 

1. Berikan pendidikan seksualitas sejak dini (balita) dan pendidikan pubertas untuk anak-anak yang sudah memasuki praremaja. Pendidikan seksualitas bahkan bisa dilakukan sejak balita, misalnya mengajarkan anak mengenal anggota tubuhnya, cara yang benar membasuh diri sendiri setelah buang air besar atau buang air kecil, dan kenalkan kepadanya tentang underwear rule, sehingga tidak sembarangan orang boleh menyentuh dirinya.

2. Ajarkan anak arti sentuhan dan bertindak jika ada yang menyentuhnya secara tidak benar. Menurut Bunda Romy, ada tiga kategori sentuhan yang perlu diingat anak: sentuhan baik, sentuhan yang berbahaya atau yang tidak diizinkan, dan sentuhan yang meragukan. “Jika ia diperlakukan tidak baik, atau merasa ada sentuhan tidak baik atau meragukan, dia harus membela dirinya, kemudian berani melaporkannya kepada orang tua, guru, kalau perlu polisi,” kata Bunda Romy.

3. Jangan memaksa anak untuk memeluk atau mencium orang lain. Rasa hormat dan sayang kepada orang-orang di sekitar anak bisa dilakukan dengan cara lain. Memaksa anak memeluk atau mencium orang lain, kendati berjenis kelamin sama, hanya akan mengajarkan kepadanya bahwa dia tidak memiliki batasan dengan orang lain maupun otoritas terhadap dirinya. Dan, jangan biarkan orang lain memaksa memeluk atau mencium anak, ya.   

Baca juga: Pengetahuan tentang Hubungan yang Sehat, Cegah Anak Jadi Korban Kekerasan Seksual
 

4. Biasakan komunikasi terbuka dengan anak dan percaya kepadanya. Dengan demikian, anak akan percaya kepada Anda, tidak merasa takut atau ragu untuk berbicara dengan Anda, bahkan jika ia mengalami pelecehan atau kekerasan seksual. Ia tidak akan menyimpan rahasia dari Anda. “Anak-anak yang menjadi korban kekerasan seksual biasanya diam tidak cerita ke orang tua karena takut. Biasanya mereka diancam dan ketakutan karena ada hal pada dirinya yang tergantung pada pelaku. Misalnya, pelaku adalah orang yang bertugas mengantar-jemput ke sekolah, setelah melakukan kejahatannya mengancam tidak akan emnjemput lagi. Anak akan merasa terancam,” jelas Bunda Romy. 

Anak-anak yang menjadi korban kekerasan atau pelecehan seksual bisa sangat rentan mengalami trauma. Jangan biarkan traumanya berkepanjangan. Selalu perkuat insting Anda mengenai keselamatan anak. Jika anak tidak bercerita namun Anda merasa ada yang keliru atau berbeda pada diri anak, jangan tinggal diam. Lakukan observasi perilakunya. Ada beberapa perubahan perilaku yang perlu Anda waspadai, seperti anak menarik diri dari pergaulan atau orang tuanya, menjadi pendiam, tidak nafsu makan, pemurung, mudah rewel atau marah, dan sebagainya.
 
Jika benar anak menjadi korban, segera lakukan tindakan untuk menolong anak dan carilah bantuan. Klik di sini, untuk langkah-langkah menolong anak yang mengalami pelecehan atau kekerasan seksual.
 
Baca juga:
4 Hal Ini Cegah Anak Alami Pelecehan Seksual
Lakukan Ini Agar Anak Terhindar Kekerasan Seksual
Penyebab Terjadinya Tindak Kekerasan Seksual pada Anak

Sudah Puber, Yang Perlu Didiskusikan dengan Anak tentang Seksualitas
 
Gracia Danarti
Foto: Shutterstock
Updated: Juli 2022

 


Topic

#keluarga #parentingstyle #parenting #pengasuhan anak #stopkekerasanseksualanak #harianaknasional2022 #anakterlindungiindonesiamaju

 





Follow Us

angket

Most Popular

Instagram Newsfeed

@parentingindonesia