Anak Tidak Disiplin karena 3 Pemikiran Orang Tua Ini




Disiplin adalah salah satu karakter yang harus dikembangkan sejak kecil. Anak-anak yang disiplin akan mampu beradaptasi dengan tugas di sekolah, tidak mudah bingung atau ragu, dan kelak memiliki etos kerja yang baik saat dewasa.
 
Untuk mendisiplinkan anak-anak, Anda harus punya aturan yang jelas di rumah. Tentunya, pembuatan aturan tersebut juga harus melibatkan anak dalam memberikan pendapat. Aturan yang berlaku di rumah harus sudah disepakati oleh seluruh anggota keluarga, termasuk anggota keluarga yang paling kecil—anak-anak.
 
Salah satu langkah untuk mendisiplinkan anak-anak adalah dengan memberikan konsekuensi logis saat mereka melanggar aturan yang sudah disepakati. Akan tetapi, sering kali orang tua menjadi tidak tega saat akan memberikan konsekuensi pada anak. Padahal, memberikan konsekuensi bisa membantu anak belajar mengenai sebab-akibat dan lebih disiplin serta mampu berpikir lebih panjang saat akan melakukan suatu tindakan.
 
Amy Morin, L.C.S.W., psikoterapis dewasa dan anak dari Northeastern University, Boston, Massachusetts, AS menyayangkan bahwa orang tua sering kali tergoda untuk mencabut konsekuensi yang harusnya diterima anak lantaran alasan-alasan berikut :
 
1. “Anak-anak kayaknya tidak sengaja, kok!”
Terlalu sering menggunakan dasar ini tidak akan membantu membuat si kecil lebih disiplin. Si kecil memang tidak harus dihukum atas ketidaksengajaannya menjatuhkan gelas dan menumpahkan isinya. Akan tetapi, mereka bisa diberi pelajaran untuk bertanggungjawab membersihkan tumpahan di lantai.
 
Hal yang sama terjadi ketika anak Anda bertengkar dan akhirnya mendorong sepupunya terlalu keras. Memaafkan mereka dengan memakluminya sebagai tindakan yang tidak sengaja dan tidak bermaksud melukai akan mengajarkannya untuk tidak pernah merasa bersalah dan tidak perlu berempati. Di camping itu, ia juga bisa selalu menggunakan alasan itu, bahkan sampai ia dewasa kelak, kepada atasannya, rekan kerjanya, atau pada polisi yang hendak menilangnya. 
 
 
2. “Aku bersalah karena tidak selalu bisa mendampinginya.”
Anda mungkin merasa bersalah ketika Anda tidak punya banyak waktu dengan anak-anak akhir-akhir ini. Anda pun mencari cara untuk menebus kesalahan Anda. 
 
Beberapa orang tua melakukannya dengan lebih memberikan kelonggaran pada anak-anak. Akhirnya ketika anak-anak melakukan kesalahan, orang tua tidak memberikan konsekuensi.
 
Sebenarnya ini bukanlah hal yang bijak karena mendisiplinkan anak-anak butuh konsistensi. Mereka akan belajar untuk melanggar lagi karena berpikir bahwa konsekuensi yang Anda berikan tidak pernah benar-benar serius.
 
3. “Yah, namanya juga anak-anak.”
Memang benar bahwa pemikiran anak-anak belum sedewasa orang dewasa. Oleh karenanya, kalimat: “Yaah, namanya juga anak-anak,” kerap dijadikan pembelaan saat anak melanggar aturan. Bagaimana pun, anak-anak butuh disiplin. Menganggap banyak pelanggaran sebagai 'hal normal' akan menjadi pembenaran bagi mereka. Pada gilirannya, mereka akan hidup dengan terlalu banyak pelanggaran aturan kelak. “Anak-anak perlu belajar bagaimana membuat pilihan yang lebih sehat, sehingga mereka bisa menjadi orang dewasa yang bertanggung jawab,” ujar Amy.
 
Mendisiplinkan adalah proses jangka panjang yang membutuhkan kerja keras. Bila Anda mulai mengajari anak untuk menjadi disiplin sedini mungkin, ia akan tumbuh dengan lebih matang.
 
 
Baca juga:
7 Kiat Mendisiplinkan Anak Tanpa Kekerasan
5 Strategi Membangun Kedisiplinan Anak
5 Trik Mendisiplinkan Balita dengan Cepat
7 Kesalahan Orang Tua Mendisiplinkan Anak
 
LTF
FOTO: SHUTTERSTOCK

 

 





Follow Us

angket

Most Popular

Instagram Newsfeed

@parentingindonesia