Kompetisi Suami-Istri dalam Mengasuh Anak, Baikkah?

Persaingan orang tua dalam mengasuh anak


Hubungan yang tidak sehat tidak hanya memengaruhi kehidupan personal Anda atau suami saja. Anak-anak pun dapat terkena dampaknya. Disadari atau tidak, hubungan pasangan suami-istri yang tidak sehat akan menciptakan lingkungan yang tidak sehat untuk anak-anak. Banyak orang tua yang hubungan pernikahannya toksik tidak menyadari bahwa mereka sedang terlibat menjadi orang tua toksik juga.
 
Nah, salah satu contoh kebiasan toksis tersebut adalah berkompetisi dalam mengasuh anak. Antara suami dan istri sama-sama berlomba-lomba menjadi yang paling disayang anak dalam konotasi negatif.
 
Apakah ini baik untuk anak? Amy Morin, L.C.S.W., seorang psikoterapis dan penulis buku 13 Things Mentally Strong Parents Don’t Do justru mengatakan hal yang sebaliknya. Menurutnya, anak-anak mengamati dan mempelajari bagaimana cara orang tuanya sebagai pasangan suami-istri berkomunikasi, saling memperlakukan, dan bekerja sama.
 
Amy menyebut bahwa pasangan yang menunjukkan kebiasaan toksik dapat mengirimi anak-anak pesan yang salah tentang cinta dan kehidupan. Pada akhirnya, ini akan memengaruhi cara mereka melihat diri mereka sendiri dan dunia di sekitar mereka, dan bahkan mengurangi kualitas hidupnya.
 
Amy mencatat lima kebiasaan buruk pasangan yang dapat memengaruhi anak-anak secara negatif:
 

1. Bersaing Menjadi yang Lebih Unggul
Alih-alih bekerja sama satu sama lain dalam pengasuhan, beberapa pasangan justru memiliki kebiasaan buruk dengan menganggap bahwa mereka sedang berkompetisi untuk melakukan lebih banyak hal. Baik Mama maupun Papa bersaing untuk menjadi yang superior.
 
Seperti apa bentuk persaingan ini? Misalnya saja, siapa yang paling sering menjemput anak di sekolah, siapa yang paling sering bisa membantu anak mengerjakan PR, siapa yang paling banyak menghasilkan uang dan membiayai anak, dan lainnya. Semuanya dihitung. Selalu berusaha untuk mengungguli pasangan Anda akan melukai hubungan Anda dan anak Anda.
 
Menurut Amy, anak-anak akan merasa jauh lebih baik dengan dua orang tua yang sama-sama berusaha. Keluarga terbaik adalah yang saling bekerja sama. Dari sinilah anak juga belajar tentang arti saling berkontribusi bagi sesama anggota keluarga.
 

2. Ingin Menjadi yang Paling Disukai
Anak-anak mencintai kedua orang tuanya dengan tulus. Perdebatan tentang siapa yang lebih disayang atau disukai oleh anak dapat menjadi bumerang. Sering kali untuk menjadi orang tua yang lebih disukai anak-anaknya, orang tua terlibat pada kebiasaan yang salah dengan memanjakan anak atau membiarkan perilaku buruknya. Hal tersebut dilakukan untuk memenangkan hati anak-anak agar memilihnya menjadi orang tua favorit.
 
Baca juga: Hindari Memanjakan Anak dengan Hadiah
 
Ini tentu saja tidak akan baik dalam pengasuhan. Anda akan bahagia dengan menjadi orang tua favorit, tapi kemudian hari, Anda akan merasakan kesulitan untuk mengatur anak-anak. “Anak-anak membutuhkan struktur yang jelas, batasan tegas, dan disiplin yang konsisten,” ujar Amy.
 
Baca juga: Anak Tidak Disiplin karena 3 Pemikiran Orang Tua Ini


Menurut Amy, adalah wajar bagi anak-anak untuk menyukai satu orang tua lebih baik daripada yang lain pada hari-hari tertentu. “Namun secara keseluruhan, tidak ada orang tua yang harus bersaing untuk mendapatkan lebih banyak kasih sayang daripada yang lain,” pungkasnya.
 

3. Devil & Angel
Hubungan yang toksik dapat berkontribusi pada ketidaksepakatan dalam pengasuhan. Misalnya saja, Mama dianggap terlalu ketat dalam hal makanan anak. Mama tidak mengizinkan anak untuk bermain ponsel di luar jam yang sudah ditentukan. Sementara, Papa merespons hal tersebut dengan menjadi lebih santai untuk menyeimbangkan keputusan serta sikap pasangannya.
 
Akhirnya, kesan yang muncul adalah Mama terlihat sebagai devil sedangkan Papa terlihat sebagai angel yang selalu membantu anak-anak. “Bermain orang tua yang baik dan orang tua yang buruk hanya akan mendorong anak untuk memanipulasi situasi,” ujar Amy. Menurutnya, hal tersebut menyebabkan inkonsitensi yang tidak sehat untuk anak-anak dalam hal disiplin.
 
Jika Anda dan pasangan tidak setuju dengan strategi pendisiplinan, ada baiknya periksa seluruh kesepakatan dan gaya pengasuhan. Aturan dan konsekuensi rumah tangga harus dibuat dan diikuti secara konsisten.
 

4. Bersekongkol dengan Anak
Pernahkah Anda terlibat rahasia dengan si kecil? Misalnya saja saat Anda mengeluarkan banyak uang untuk membeli baju, lalu Anda meminta si kecil untuk tidak memberitahu papanya.
 
Menurut Amy, kebiasaan buruk menyimpan rahasia dari pasangan Anda, berbohong, mengeluh tentang orang tua lain dengan anak Anda, atau menyetujui perilaku yang tidak akan pernah diizinkan oleh pasangan Anda akan menciptakan dinamika yang tidak sehat.
 
“Ketika satu orang tua mulai bersekongkol dengan seorang anak, hierarki keluarga mulai bergeser dan dapat menimbulkan lebih banyak masalah di rumah,” jelas Amy.
 

5. Berdebat di Depan Anak
Tidak sehat bagi anak-anak untuk melihat kedua orang tuanya berdebat satu sama lain. Ini akan mendorong anak-anak untuk melakukan hal yang sama.  Ini Yang Dipikirkan Anak-anak Saat Orang Tuanya Bertengkar.
 
 
Tunjukkan kepada anak-anak bahwa Anda menghormati pendapat pasangan Anda. Jika Anda tidak setuju dengan pendapat pasangan, sebaiknya segera bicarakan secara pribadi.
 
Pernikahan bukanlah untuk berkompetisi. Demikian pula dalam hal mengasuh anak. Alih-alih berkompetisi, Mama dan Papa perlu bekerjasama untuk menjadi orang tua terbaik bagi anak.
 
Baca juga:
50 Daftar Hal Sensitif yang Dapat Membuat Pasangan Bertengkar
The Silent Killer dalam Pernikahan
10 Kunci Pernikahan Sehat
Rahasia Menjaga Pernikahan Tetap Positif
3 Alasan Keliru untuk Tidak Memberikan Konsekuensi pada Anak
 
 
LTF
FOTO: FREEPIK

 


Topic

#keluarga #parentingstyle #parenting #pengasuhananak #suamiistri

 





Follow Us

angket

Most Popular

Instagram Newsfeed

@parentingindonesia