18 Kesalahan Mendidik Anak yang Berbahaya untuk Kesehatan Mentalnya




Setiap orang tua pasti menginginkan yang terbaik untuk anaknya. Setiap orang tua juga selalu ingin menjadi yang terbaik untuk anaknya. Akan tetapi, sebetulnya seperti apa cara mendidik anak untuk bisa dikatakan sebagai orang tua yang baik?
 
Tanpa disadari, banyak orang yang  berpikir bahwa menjadi orang tua terbaik adalah seperti orang tuanya di masa lalu dan meniru cara mereka mendidik anak. Pengulangan pola ini bisa bersumber dari inner child masing-masing orang tua.
 
Ada yang merasa, “Aku dulu baik-baik saja, kok, diasuh dengan cara seperti itu. Malah bisa jadi seperti ini,” sehingga memberlakukan pengasuhan yang sangat ketat dan menerapkan standar tinggi seperti caranya diasuh dulu. Padahal, dia lupa, bahwa banyak luka-luka emosional di masa kecil yang ia bawa hingga sudah menjadi orang tua dan belum juga sembuh.
 
Ada juga yang merasa, “Orang tuaku dulu terlalu ketat, aku tidak mau anak-anakku merasakan seperti apa yang aku rasakan sewaktu kecil dulu,” sehingga memberlakukan kelonggaran pada anak. Padahal, agar tumbuh dan berkembang dengan baik, seorang anak juga butuh aturan dan struktur.
 
Michael Leary, M.Ed. LCPC., psikoterapis keluarga di Kansas, AS, selama lebih dari 30 tahun pengalamannya mendampingi masalah keluarga yang bahkan dalam kasus ekstrem melibatkan anak-anak yang melukai dirinya sendiri atau berniat bunuh diri menyebutkan beberapa kesalahan paling umum dari cara mendidik anak yang dapat berbahaya bagi kesehatan mentalnya.
 

1. Over-Kritis
Banyak yang berasumsi bahwa pendampingan yang ketat dapat membuat anak-anak lebih baik. Akhirnya, orang tua pun selalu mengkritisi anak dalam segala hal, mulai dari penampilan, kesukaan, kecerdasan, atau apa saja. Begitu anak melakukan kesalahan, mereka akan segera meluncur kritik tajam dan menyudutkan sehingga membuat anak merasa tidak berharga sebagai manusia.
 
Kritik bisa membuat anak stres. Over-kritis juga termasuk salah satu dari 5 ciri toxic parent. Leary bahkan menyebut bahwa dalam beberapa kasus, anak yang memiliki orang tua over-kritis akan mulai mencoba melukai diri sendiri dan bahkan sampai bunuh diri.
 

2. Membuat Anak Merasa Bersalah
Tidak sedikit orang tua yang memberlakukan silent treatment saat anak melakukan hal yang tidak diharapkan. Mereka kemudian membuat anak merasa bersalah dengan ucapan seperti, “Mama harusnya nggak perlu repot setiap hari kalau nggak perlu ngurusin kamu,” atau “Papa sudah capek kerja banting tulang demi kamu. Kok, kamu begini, sih?”
 
Dalam jangka pendek, anak mungkin akan patuh. Akan tetapi, dalam jangka panjang, hal ini bisa merusak kesehatan mental anak.
 

3. Memaksa Anak Mengerjakan Sesuatu yang Tidak Sesuai dengan Umurnya
Karena ambisi orang tua, tak sedikit yang over stimulasi. Anak dipaksa mampu mengerjakan hal-hal yang tidak sesuai dengan umurnya. Mereka dipaksa bisa segera melakukan banyak hal sendiri. Padahal justru ini menjadi salah satu faktor penghambat kemandirian anak.
 
Mereka juga dituntut bisa membuat pencapaian seperti membaca dan menulis lebih cepat. Hidup dengan tekanan seperti ini membuat anak merasa tidak aman.
 

4. Selalu Memberi Terlalu Banyak Pilihan
Sekilas mungkin tak ada yang buruk dengan hal ini. Bukankah memberikan pilihan mencerminkan sikap yang demokratis dari orang tua? Ya, pilihan adalah sebuah privilege. Tidak semua anak punya kesempatan untuk memilih.
 
Padahal kenyataannya anak-anak bisa kewalahan jika mereka selalu diberi begitu banyak pilihan. Mereka cenderung akan kesulitan mengeliminasi pilihan dan malah bisa tumbuh menjadi orang yang terobsesi dengan keistimewaan bisa memiliki banyak pilihan.
 

5. Memuji Semua Hal yang Dilakukan Anak
Hal ini akan menumbuhkan mereka menjadi ‘pecandu’ pujian. Mereka akan melakukan semua hal untuk mendapat pujian. Mereka juga rentan menjadi anak yang tidak bisa mengevaluasi kekurangannya.
 
Baca juga: 10 Pujian Terbaik untuk Anak
 

6. Selalu Berusaha Membuat Anak Bahagia
Tugas orang tua adalah mengajarkan anak untuk mampu mencari sumber kebahagiaannya serta mencari cara untuk membahagiakan diri mereka sendiri. Anak-anak seperti ini akan memiliki kemampuan mengenali emosi negatifnya dan berusaha mengelolanya sendiri.
 
Sementara, orang tua yang selalu berusaha membuat anaknya bahagia rentan menyingkirkan emosi negatif anak. Mereka kerap berkata, “Oh, kamu nggak apa-apa, kok,” atau, “Ini baik-baik aja, kok” kemudian mencari banyak cara untuk menghiburnya termasuk mengajaknya jalan-jalan, memberi hadiah, atau bahkan memindahkan lingkungannya. Ini membuat anak menjadi tidak belajar mengenali emosinya sendiri. Di samping itu, emosi negatif yang tidak divalidasi juga tidak pernah hilang, melainkan terkubur dan malah berdampak buruk pada kesehatan mental anak.
 
Baca juga: 4 Tipe Orang Tua Dilihat dari Caranya Merespons Emosi Anak
 

7. Membuat Anak Terlalu Sibuk
Les ini itu, kegiatan ekstrakurikuler ini itu. Banyak orang tua yang percaya bahwa dengan membuat anak sibuk, maka anak tidak akan punya kesempatan untuk ‘nakal’. Padahal, kelelahan ini bisa mengganggu kesehatan mental mereka dan tidak sedikit anak yang justru menjadi penganggu di luar sana karena terlalu ditekan di rumah.
 

8. Selalu Memuliakan Prestasi Akademik
Tidak sedikit orang tua yang selalu mementingkan nilai akademik anak di atas segalanya. Mereka berpikir bahwa anak-anak tidak akan hidup dengan baik bila nilainya buruk. Hal ini sangat berpengaruh terhadap kesehatan mental anak.
 
Bagi anak yang kesulitan dalam hal akademik, mereka akan menjadi rendah diri. Sementara, bagi anak yang memang punya kelebihan di bidang akademik, mereka rentan menjadi jumawa dan merendahkan anak lain yang mungkin bakatnya berbeda.
 

9. Terlalu Memanjakan
Memberikan anak segalanya tak menjamin kebahagiaan mereka. Malah bisa membuat anak kecanduan hadiah dan menjadi tidak mandiri karena tidak dibiasakan mengerjakan tugasnya sendiri. Padahal, membuat anak berusaha adalah salah satu cara membangun mental dan rasa percaya dirinya. Baca di sini untuk mengetahui lebih banyak dampak terlalu memanjakan anak.
 

10. Melindungi Anak dari Kesalahan
Tidak sedikit orang tua overprotective yang tidak mau anaknya menerima konsekuensi atas kesalahan yang dibuatnya dan rela melakukan apa pun. Hal ini, akan menumbuhkan anak-anak menjadi orang yang tidak bertanggung jawab dan tidak mampu menghargai. Dalam level yang lebih parah, mereka akan tumbuh menjadi orang yang selalu denial bila kondisiyang terjadi tidak sesuai harapan. Tentunya, hal ini tidak akan baik untuk kesehatan mentalnya.
 

11. Selalu Menakut-Nakuti Anak
Anak yang selalu ditakut-takuti dengan kalimat, “Hati-hati, nanti kamu bisa sakit,” atau, “Kalau jatuh, nanti kamu bisa terluka,” atau, “Main di luar panas, lho, nanti kulit kamu gosong,” atau “Kamu yakin mau ikut les itu? Nanti kamu capek, lho?” cenderung jadi anak yang tidak percaya diri. Bahkan, sampai dewasa nanti ia akan lebih banyak fokus pada kekhawatiran negatif terlebih dahulu sebelum mencoba. Mereka selalu dibayangi ketakutan.
 
Khawatir pada anak sah-sah saja, kok. Akan tetapi, kuncinya gunakanlah kalimat positif dan bukan menakut-nakuti. Misalnya,“Jalannya hati-hati, ya,” atau “Pilih makanan yang bernutrisi dan menyehatkan, yuk.”
 

12. Tidak Mengajarkan Pendidikan Seksual
Banyak orang tua yang merasa seks adalah hal yang tabu untuk dibicarakan, apalagi dengan anak. Akan tetapi, pendidikan seksual yang baik dapat menjadi bekal anak-anak untuk menjaga dirinya dari kejahatan seksual yang dapat menghancurkan kesehatan mentalnya. Di samping itu, pendidikan seksual juga dapat melindungi mereka dari hubungan toksik di kemudian hari yang juga berdampak buruk pada kesehatan mentalnya. Masih banyak lagi pentingnya pendidikan seksual untuk anak.
 
Bila ingin mengetahui materi apa yang harus disampaikan, Mama-Papa bisa membaca Tahapan Edukasi Seksualitas Sesuai Usia Anak
 

13. Tidak Membatasi Screen Time
Screen time yang terlalu lama bisa menyebabkan gejala kecemasan maupun depresi ringan serta perasaan terisolir. Bahkan, screen time juga dapat mengganggu bonding antarkeluarga. Ketahui 6 Langkah Mengembangkan Kebiasaan Screen Time yang Sehat
 

14. Tidak Membiarkan Anak Bosan
Banyak orang tua menganggap bahwa bosan memiliki konotasi negatif. Padahal, anak juga butuh merasa bosan. Dengan membiarkan anak bosan, Anda memberikan mereka kesempatan untuk menjadi kreatif dan mencari jalan keluar dari kebosanan dalam diri mereka. Ini adalah hal yang baik untuk bekal menjaga kesehatan mentalnya sendiri saat ia merasa burnout suatu hari.
 

15. Tidak Pernah Mengobrol dengan Anak Sebelum Tidur
“Apa yang terjadi hari ini?” atau “Bagaimana perasaanmu hari ini?” adalah pertanyaan yang berharga bagi seorang anak. Mereka merasa dicintai ketika orang tua menunjukkan minat pada apa yang terjadi dan apa yang penting bagi mereka. Momen sebelum tidur juga bisa Anda pilih sebagai waktu yang tepat untuk meminta maaf pada anak atas kesalahan yang mungkin Anda lakukan selama seharian seperti kelepasan membentak mereka.
 
Hal-hal tersebut akan membangun kesehatan mental anak yang baik. Hal yang sebaliknya terjadi, bila orang tua tak pernah melakukannya. Anak akan merasa tidak penting dan tidak bermakna bagi orang tuanya.
 

16. Memaksakan Ajaran Agama Tanpa Memberi Kesempatan Diskusi
Anak-anak belum memahami nilai abstrak dari ajaran agama. Mengenalkan anak pada agama perlu dilakukan dengan memberikan pemahaman yang bisa mereka cerna di usianya. Memaksakan mereka untuk menaati ajaran agama tanpa memberikan kesempatan diskusi akan membuat mereka melakukannya karena terpaksa dan takut.
 

17. Membebaskan Pola Makan Anak
Tidak sedikit orang tua yang selalu menawarkan ini dan itu, membiarkan anaknya makan apa pun atau bahkan membebaskan anaknya untuk menolak makan. Padahal, pola makan sangat penting dalam kesehatan anak.
Anak yang terlalu banyak atau kekurangan makan bisa mengalami malnutrisi dan berdampak juga pada penampilan fisik mereka. Tak jarang, anak-anak dengan penampilan fisik yang berbeda  menjadi satu dari 9 Tipe Anak Rentan Mengalami Bullying
 
Menjadi korban bullying tentu dapat merusak harga diri dan kesehatan mentalnya. Lakukan 7 Langkah Lindungi Anak dari Bullying, bahkan sejak ia masih sangat kecil.
 

18. Memukul dan Membentak Anak
Banyak yang berpikir bahwa cara ini bisa membuat anak jadi disiplin. Apalagi kalau sudah ada slogan, “Mama-Papa melakukan ini karena sayang sama kamu.” Padahal, selain merusak harga diri anak, cara-cara ini juga bisa membuat mereka menormalisasi kekerasan yang diterima saat menjalin relasi toksik di kemudian hari. Ada juga dampak lain bila anak sering dibentak.
 
 
Baca juga:
8 Cara Menjaga Kesehatan Mental Anak
Orang Tua Bahagia, Kunci Kesehatan Mental Anak
5 Kebiasaan Orang Tua yang Jadi Contoh Positif untuk Anak
8 Langkah Ciptakan Rumah Sehat Secara Emosional
7 Pengalaman Positif Masa Kecil yang Diperlukan Anak
6 Pedoman Orang Tua Latih Kecerdasan Emosional Anak Sejak Balita
 
 
LTF
FOTO: FREEPIK

 


Topic

#keluarga #parentingstyle #parenting #pengasuhan anak

 





Video

Lindungi Anak dari Kejahatan Pedofilia


Polling

18 Kesalahan Mendidik Anak yang Berbahaya untuk Kesehatan Mentalnya

Follow Us

angket

Most Popular

Instagram Newsfeed

@parentingindonesia